Website logo
Home

Blog

Perut Bukan Cuma Gemuk, Ternyata Bahaya Obesitas Sentral Menurut Ahli Gizi UGM

Perut Bukan Cuma Gemuk, Ternyata Bahaya Obesitas Sentral Menurut Ahli Gizi UGM

Hormon merupakan bagian dari penimbunan lemak, risiko sebenarnya terjadi pada usia 40 tahun, terutama bagi wanita. Setidaknya ada 119 medali yang dipersembahkan kepada atlet muda di SEA Games 2025. Pada Ocean Games 2025, atlet muda berhasil meraih 119 medali. Perut...

Perut Bukan Cuma Gemuk Ternyata Bahaya Obesitas Sentral Menurut Ahli Gizi UGM

Hormon merupakan bagian dari penimbunan lemak, risiko sebenarnya terjadi pada usia 40 tahun, terutama bagi wanita.

Setidaknya ada 119 medali yang dipersembahkan kepada atlet muda di SEA Games 2025.

Pada Ocean Games 2025, atlet muda berhasil meraih 119 medali.

Perut kembung atau yang dalam dunia medis disebut obesitas merupakan tanda adanya penumpukan lemak di area perut.Perlu dipahami juga bahwa obesitas merupakan kondisi yang sangat berbahaya karena tidak hanya berarti obesitas saja, namun juga erat kaitannya dengan berbagai penyakit serius.

Ahli Gizi UGM, Dr.Mirza Hapsari Sakti Titis Penggalih, S.Gz., Ahli Gizi, MPH, untuk memahami obesitas sentral perlu dipahami terlebih dahulu konsep status gizi.Status gizi ditentukan berdasarkan rasio tinggi badan terhadap berat badan yang dikenal dengan indeks massa tubuh (BMI).

Standar WHO membagi status gizi menjadi kurus, normal, kelebihan berat badan, dan obesitas.Namun perlu diingat bahwa BMI hanya menunjukkan jumlah keseluruhan lemak tubuh, bukan di mana lemak tersebut disimpan.“Kalau menggunakan kriteria WHO, BMI normal 18 hingga 23, overweight 23 hingga 25, dan obesitas di atas 25. Yang paling berbahaya adalah yang nilainya di atas 30,” ujarnya, Rabu.(17/12) di Yogyakarta.

Perbedaan lokasi penimbunan lemak membedakan obesitas sentral dengan jenis obesitas lainnya.Mereka mengatakan bahwa menggunakan BMI saja tidak cukup untuk menilai obesitas sentral.

Di atas 90 merupakan indikator penting.

Pada wanita, hormon estrogen menyebabkan lemak menyebar ke berbagai bagian tubuh, seperti lengan, payudara, paha, pinggul, dan perut.Sedangkan obesitas sentral lebih banyak terjadi pada pria karena penumpukan lemak cenderung terkonsentrasi di perut akibat kekurangan estrogen.

Obesitas sentral dikatakan menjadi masalah serius karena berkaitan erat dengan sindrom metabolik karena banyak lemak menumpuk di perut.Sindrom metabolik ini ditandai dengan peningkatan gula darah, tekanan darah tinggi, dan kolesterol abnormal.

Bila kondisi ini terus berlanjut, risiko terjadinya penyakit tidak menular seperti diabetes melitus, jantung koroner, dan tekanan darah tinggi akan meningkat.“Jika biokimia dalam darah berubah, akan muncul beberapa penyakit tidak menular lainnya yang akhirnya berisiko menyebabkan kematian,” ujarnya.

Secara alami, orang yang berusia di atas 40 tahun bisa mulai menambah berat badan karena alasan hormonal, katanya. Hormon menjadi penyebab penumpukan lemak, risiko yang terjadi di atas usia 40 tahun, terutama pada wanita.

Namun kondisi ini bisa muncul lebih awal akibat pola hidup tidak sehat sejak dini.Pada kelompok usia muda, faktor utama terjadinya obesitas sentral adalah kurangnya aktivitas fisik dan pola makan kaya gula, garam, dan lemak.Kelebihan asupan ini akan disimpan dalam tubuh sebagai lemak dan mengubah metabolisme.

Untuk mengatasi obesitas, Mirza menekankan betapa pentingnya mengubah pola pikir terlebih dahulu sebelum melakukan diet.Menurunkan berat badan harus dipahami sebagai proses jangka panjang yang membutuhkan kesabaran dan konsistensi.Anda kemudian dapat menyesuaikan pola makan dengan usia dan kebutuhan tubuh Anda dengan mengurangi gula, garam, dan lemak serta memperbanyak konsumsi buah dan sayur.

“Mentalitas yang perlu dibangun adalah ‘titik balik saya, saya ingin berubah’. Kalau tidak ada, begitu pula programnya, tidak akan berhasil,” tegasnya.

Lebih lanjut, Mirza mengatakan metabolisme yang baik di usia muda memungkinkan koreksi berat badan lebih cepat seiring dengan perbaikan pola makan dan olahraga.Namun, metabolisme melambat setelah usia 40 tahun, sehingga memerlukan strategi tambahan seperti menyesuaikan jendela makan atau puasa intermiten (IF).Namun status kesehatan setiap orang berbeda-beda, sehingga ditegaskan agar setiap acara didampingi oleh tenaga profesional.

Kesimpulannya, Mirza mengatakan, tanpa perubahan gaya hidup yang terus menerus, kondisi ini dapat berkembang menjadi berbagai penyakit kronis yang mengancam kualitas hidup.

Hak Cipta @ 2025 Media Group - mediaINDONESIA.Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Explore daily updates and news including top stories in Sports, Tech, Health, Games, and Entertainment.

© 2025 Priangan News, Inc. All Rights Reserved.